Or mindbending stories which degrade your life motivation
[CONTAINING 1984 SPOILER]
For centuries, we have been asking ourselves about our own existence. The questions goes from philosophical to neuroscientific range.
You must have been familiar with Descartes quotes: I think therefore I am. Can we prove what is existence at all? Or is it mere illusion and subjective field?
We are perpetually tested as sentient being, pushed to the limit of our conciousness and questions about the entity of the mind itself.
1984, aside of being a prominent dystopian book, is also a good philosophical book. Living in the world where the reality is continuously re created and past leaving no trace in empirical existence, How can you be sure about what is really existed?
The worst thing about the world 1984 depicted is they can get into you.
You may argue that the memory contains the existence and by that, we know something has ever existed. This is where the greatest murder commited in an extreme scale, which your emotions are not even contained.
[SPOILER ALERT]
In 1984, the book emphasized several things which can kill your mind. One of the most interesting thing is they collaborate language and information control with emotional and physical torture. Let's take a look about doublethink.
I think this is a revolutionary, shocking idea, yet still possible and effective in application.
This doublethink is kind of 'mind-surrendering' exercise. The first step is to understand, to know, and to believe two contradictory words as the truth.
You might like to try it.
2 plus 2 makes five
black is white
War is Peace; Freedom is Slavery; Ignorance is Strength
Then repeat it for the rest of your life, everyday, any time.
The most fascinating result of this language control is your mind will be more feasible to receive anything they choke into you. Recent dystopian novel seems running around triangle love, killing frenzy and weird government rules. They are pretty decent actually, but not so menacing. The world created by George Orwell is pure terror, helplessness, and brilliant.
Our hero is not a badass, but a fatalistic ordinary person oppressed by the system. Through his mind, we can see, feel, and terrified by the party and Big Brother. Talking about existensial crisis, there are many moments which mentioned his view about it. Reality is inside your skull. Then if the external existence has been exterminated, then your faith about the truth inside should be eradicated too.
This is what happened to him. He is vaporize, he is murdered, in the worst possible way.
They did torture him physically. But they are just trying to snatch what is inside.
It is your free thoughts.
[END OF SPOILER]
To make it brief and less abstract, lets give it a review.
1984 is not a simple reading, but it is a thrilling one. It is a philosophical, mind bending book which delivered a strong message. Written in 1949, George Orwell tried to explain how terrible totalitarian system can be.
If you are trying to search classic novel or good dystopian book or both, you can try this one.
I would assure you that it is a good book. However, i dont recommend this for people who like happy ending( TRY UNWIND INSTEAD).
For me, I enjoy this book thoroughly. From every words, every diction, every description and every twist. You may not be engaged with the main character, but you would be engaged to the story, to the world, to the idea and to the richness of vocabularies.
The pessimistic of the story is in pair with Junji Ito's Uzumaki and Urobochi's Madoka. For additional information, I also love both Uzumaki and Madoka
-I'm sorry for any grammatical error-
Friday, 22 January 2016
Tuesday, 12 January 2016
A bittersweet science
[EDISI REVISI]
Sebagai murid yang mengambil jurusan ipa, dan secara murni menyukai sains itu sendiri, gue merasa sayang bahwa kurikulum tidak menyajikan materi sejarah tenang sains.
Nah lo mungkin pernah baca tentang penggunaan TEL(tetra ethyl lead) sebagai aditif bensin yang meningkatkan knocking dari bensin tersebut kan? Pada masa pasca revolusi industri awal, penggunaan TEL ini digunakan secara luas oleh hampir seluruh kendaraan bermotor sehingga ga mengherankan kalau si timbal bisa ada di mana-mana. Padahal timbal itu kan toksik dan exposure berlebihan akan mengganggu fungsi saraf dari manusia.
Sebagai murid yang mengambil jurusan ipa, dan secara murni menyukai sains itu sendiri, gue merasa sayang bahwa kurikulum tidak menyajikan materi sejarah tenang sains.
Padahal, dengan memahami kondisi dan kontribusi sains dalam sejarah bakal membantu kita nemuin makna di balik 'keabstrakan' ilmu sains yang katanya sih ga guna di dunia kerja.
Kenapa pemikiran kita mentok hanya pada dunia kerja?Why is it all about money at the end?
ilmu itu kan luas banget dan bukan cuma guna di dunia kerja tapi bahkan bisa aja mengubah dunia ini.
Contoh mainstream nih.
revolusi industri.
Kalau ditilik kembali, kita bisa menemukan James watt dan ribuan penemu dengan teknologinya yang tercipta akibat sains sehingga memungkinkan suatu perubahan era paada masyarakat Eropa. Anggaplah ga ada namanya sains, apakah mungkin suatu revolusi industri itu terjadi?
revolusi industri.
Kalau ditilik kembali, kita bisa menemukan James watt dan ribuan penemu dengan teknologinya yang tercipta akibat sains sehingga memungkinkan suatu perubahan era paada masyarakat Eropa. Anggaplah ga ada namanya sains, apakah mungkin suatu revolusi industri itu terjadi?
Mungkin saja negara Eropa tertinggal dibanding kita jika hanya mengandalkan hasil agrikultur. Apakah sains itu tidak penting?
Apakah sains itu tidak menarik
Apakah sains itu tidak menarik
Ada suatu hal dalam diri manusia yang menggerakan sains itu sendiri, yaitu kekepoan terhadap alam semesta ini. Namun tampaknya di jaman modern ini kekepoan itu semakin memudar. Apalagi pas jaman SMA, bukannya kepo kenapa langit biru(otherwise we simply accept is as a fact that has no reason or explaination), kita malah lebih kepo soal cowo terbaru yang dipacari tuh cewe genit. Apakah perkembangan manusia akan stuck sampai di sini karena ada 'urusan' lain yang lebih enak untuk dicari tahu daripada alam ini sendiri(contoh: hidup orang lain)?
Balik ke soal sejarah sains.
Sering kita dengar nama-nama orang yang kekal karena kontribusinya di sains. Otomatis-otak kita yang pemikirannya masih terkekang banget menyimpulkan sebatas
'gile tuh orang pinter banget ya.'
yap. biasanya cuma itu.
Yang membuat saya sedih dari kesimpulan tersebut adalah kadang kita melupakan bahwa ilmuwan itu juga manusia, bukan sebuah mesin penemuan semata.
Ada beberapa kisah scientist yang begitu menyentuh gue secara pribadi. Jujur aja orang-orang yang hidup dalam passion dan prinsipnya adalah orang yang mengagumkan dari persepsi gue. Untuk itu gue bakal coba cerita 2 orang yang kisahnya antara heroik dan juga tragis, padahal kontribusi mereka begitu besar bagi dunia yang kita tinggali saat ini.
1. Clair Cameron Patterson
Gue pertama kali kenal nih orang gara-gara nonton cosmos pas di pelatnas. Gue ampe terharu dan berkaca-kaca melihat perjuangan doi :')
but what did he do? here it is...
Patterson adalah seorang ahli di bidang spektroskopi. Apa itu spektroskopi? Intinya kegiatan spektroskopi berkaitan dengan menganalisis kandungan sampel, baik itu isotop maupun molekul yang strukturnya tidak diketahui.
Jadi suatu saat doi ditawari untuk melakukan riset untuk menghitung umur bumi dengan mengecek jumlah isotop timbal dari sebuah meteorit yang jatuh di bumi. Tentu doi menerima tawaran ini.
Nah kisah mulai seru di sini.
Nah kisah mulai seru di sini.
Analisis spektroskopi tentunya bukan hal yang sulit dilakukan untuk Patterson. Tapi anehnya ketika doi berusaha untuk menentukan persentase isotop dari timbal, data spektroskopi yang keluar berubah-ubah a.k.a berfluktuasi.
Kalau lo mengerti tentang spektroskopi, jelas ini aneh kan. Kok datanya bisa berubah secara drastis dalam hitungan hari bahkan menit. Dia sudah mencoba berulang kali untuk mendapatkan data yang akurat. Dia bahkan membersihkan labnya berkali-kali untuk menghilangkan pengotor.
Tampaknya usaha 'ngepel lab' itu ga cukup untuk menghasilkan data yang akurat tentang persentase isotop timbal di meteorit tersebut. lantas doi makin susah dong tahu berapa usia bumi.
Dari kejadian-kejadian itu dia menduga kalau terjadi pencemaran timbal dalam skala besar dan dia pun penasaran:
nih timbal kok banyak banget? Apa dari dulu emang udah banyak timbal 'bertebaran' di bumi?
This leads him to examine the deep sea, the arctic and all the geological aspects which are suspected to cause this massive contamination. Dari penjelajahannya dia, ternyata didapatkan hasil bahwa jumlah pencemaran timbal di bumi dulu tidak sebesar pencemaran yang terjadi sekarang.
Loh terus dari mana tuh timbal?
Nah lo mungkin pernah baca tentang penggunaan TEL(tetra ethyl lead) sebagai aditif bensin yang meningkatkan knocking dari bensin tersebut kan? Pada masa pasca revolusi industri awal, penggunaan TEL ini digunakan secara luas oleh hampir seluruh kendaraan bermotor sehingga ga mengherankan kalau si timbal bisa ada di mana-mana. Padahal timbal itu kan toksik dan exposure berlebihan akan mengganggu fungsi saraf dari manusia.
Mulai dari sinilah Patterson akhirnya...
1. berhasil menemukan usia bumi yang sebenarnya(4.54 ± 0.05 billion years (4.54 × 109 years ± 1%)) dengan mendirikan lab ultra bersih bebas pencemaran timbal.
2. Menyelamatkan nyawa manusia dengan kampanye melawan penggunaan timbal sebagai aditif bensin.
Di kosmos, penggambaran perjuangan seorang Patterson tampak sangat dramatis dan memukau. Patterson, selain seorang ahli spektroskopi dan geokimiawan, doi juga seorang ilmuwan yang peduli lingkungan. Bayangkan kalau Patterson tidak berusaha menghitung umur bumi, atau doi orang yang mudah lelah, atau doi orang yang ga peduli lingkungan? Mungkin sekarang kasus autisme makin meningkat kali ya dan otak kita yang bego makin sengklek karena keracunan timbal.
Standing ovation for this guy
2. Fritz Haber
Beberapa waktu lalu gue membaca blog kak pras yang keren banget. Salah satu artikel yang menarik gue adalah tentang seorang bernama Fritz Haber, yang kisahnya ini sedih banget menurut gue.
Bagi yang belum tahu, Fritz Haber ini terkenal karena proses Haber Bosch-nya yang memanfaatkan teori kesetimbangan untuk produksi amonia skala industri serta siklus Born-Haber yang keluar di soal OSP tahun 2014 sehingga gue ga lolos saat itu ;)
I've never expected chemistry got many amazing man with multilayer emotion.
Gue emang selalu berpikir kalau atom itu suka bertindak analogous ama manusia, tapi ternyata para ilmuwan di baliknya juga punya kisah yang bikin baper abis.
Fritz Haber ini orangnya cemerlang dan tertarik dari science. (EAT THAT ALL CHERRYPICKING MOTIVATIONAL BULLSHIT: ORG PINTER BUKAN CUMA ORANG YANG DI-D-O)
Sayangnya dia lahir dari keluarga Yahudi dan bergaul ama orang Jerman. Lo taulah jaman perang dunia betapa ras Yahudi di diskriminasi saat itu. Fritz Haber ini meski Yahudi, tipe tipe yang nasionalis kayak Ahok.
Sedihnya, saat itu dia ga punya kekuatan untuk menunjukkan patriotismenya selain dengan membiarkan dirinya dimanfaatin sama militer Jerman. Dia ini orang yang bikin Jerman bisa bertahan dengan produksi pupuk menggunakan teknik Haber Bosch ketika suplai nitrat diblokir. Dia ini orang yang memperkenalkan senjata kimia pertama di PD I yaitu gas klorin. Dan dia ini adalah seorang yang ditinggal oleh semua orang yang dicintainya karena kecintaanya pada sains dan negaranya.
Bahkan doi dicap sebagai penjahat perang akibat 'mau-maunya' dia bikin senjata kimia untuk militer Jerman.
Hal tersedih adalah ketika gas beracun doi Zyklon B justru digunain untuk membunuh kerabat-kerabatnya di kamp konsentrasi Nazi. Untuk baper max, buka link yang gue cantumin tadi.
One man's story is million man's story .
Kisah mereka itu sekian dari banyak perjuangan orang lain yang bikin sains dan kehidupan kita 'senyaman' sekarang. Alasan gue mambagikan kisah mereka adalah karena...gue ingin menunjukkan.. science dan alam bukan ilmu kaku, yang dibuat oleh robot atau jatuh dari langit. Sains itu hasil pemikiran akumulatif jutaan manusia yang kembali jadi debu dalam pencariannya di luasnya alam semesta ini.
Rasanya ga adil kalau sains dilihat cuma dari sebatas kertas. Sains itu... ada pada birunya langit planet ini.
WHAT A BEAUTIFUL HEAVENLY BLUE WORLD;)
Monday, 4 January 2016
Anti stress, Anti remed, Anti nyontek
Sebuah
perenungan tentang esensi ‘sekolah’ itu sendiri.
Semenjak
gue kelas 12, semakin banyak hal-hal yang gue renungi kembali dari perjalanan
gue bersekolah selama.. umm.. hampir 15 tahun. Dari anak kecil polos yang
semangat banget belajar nulis hingga jadi remaja yang kalo udah disuruh bangun
untuk sekolah bilang ‘5 menit lagi’.
Hal
yang paling mengherankan dari perjalanan bersekolah gue ini adalah perubahan
persepsi tentang sekolah itu sendiri.
“SCHOOL IS NOT ABOUT LEARNING ANYMORE, ITS ABOUT SURVIVING”
Menurut gue quotes ini dianggap
relatable banget ama kondisi pendidikan Indonesia menurut para pelajar. Dan hal yang lebih shocking, but seems normal adalah
KEHIDUPAN SEKOLAH MUDAH BANGET DIASOSIASIIN AMA STRESS, REMED DAN NYONTEK
But
why?
Nih beberapa
link survey yang ngebahasa persepsi murid tentang pendidikan kita:
Oke. Mulai dari sini gue
akan cerita pengalaman gue sendiri dari anak yang bomat ama sekolah, sampai
super ambisius sama nilai, dan akhirnya disadarkan oleh proses proses yang ga singkat.
Jaman SD, gue seorang anak
yang ga pernah belajar pas ulangan, merasa ga butuh les untuk UN dan ga peduli
ama golden chance di depan gue. Intinya I sway with it, nikmati aja semuanya. Tapi, semua berubah ketika gue kelas 6,
unexpectedly gue mendapat rank 4 nem UN se-Jakarta Timur, dan tiba-tiba gue
dibebani ekspektasi yang tinggi dari orang-orang di sekitar gue, kalo gue bisa do more than this.
Pas SMP, gue masuk m*rsud
yang di Cawang.
Nah, di SMP ini ternyata
definisi belajar bagi gue semakin kabur. Gajelas. Hidup gue didedikasiin buat
nilai selama SMP. Apalagi embel-embel juara umum dapet beasiswa bikin gue ambisi
abis untuk mendapat nilai tertinggi.
Apakah gue berhasil? GAK.
Apalagi karena beberapa poin ini:
1) I actually dislike memorizing whole book
2)Gue emang gapunya fondasi
dan pandangan yang jelas tentang belajar itu apa selain cari nilai
Walau gitu ya gue tetep dapet
beasiswanya hehe... dan cara yang gue gunakan untuk itu adalah : afalin tipe
soal tanpa memahaminya.
Jujur aja sistem beasiswa
ini malah bikin gue tertekan abis-abisan. Gue jadi merasa ga cukup pintar tiap
kali gue gagal jadi juara 1(Padahal kan ya pinter kagak bukan dari nilai). Dan impact
terbesar bagi gue adalah
gue gagal menikmati masa SMP gue.
Ditambah ansosnya gue jaman itu.
Akhirnya 3 tahun kemudian,
gue masuk SMA tanpa dasar ilmu yang kuat. Yang mengejutkan, kelas gue dulu yang
katanya anak jalur prestasi semua, agak syok juga ama materi SMA di mana :lo ga
ngerti, then you’re doomed dude.
Imbas paling parah adalah di
nilai mat gue. Gabisa diitung berapa kali gue remed mat. Sampai seorang
penyelamat datang*JENGJENGJENGJENG* . tapi gue cerita soal ini nanti aja ya.
Intinya lo gapunya basis, lo
gapunya konsep, terus buat apa lo belajar, ngafal banyak-banyak dulu kalo gada
hasilnya? Untungnya sih saat itu gue dipertemukan dengan kimia, di mana kimia itu satu-satunya pelajaran yang gue pahami
konsepnya pake banget banget.
*THANKS FOR THE AMAZING
BOOK, PAK MICHAEL PURBA*
Intinya sejak itu gue tahu
yang terpenting itu LO NGERTI KONSEPNYA APA. Jadi mau di twist kayak apa, ga
ngaruh. Ga ada pemikiran : LOH INI KAN BELOM PERNAH DIAJARIN RUMUSNYA AMA GURU
GUE? Atau pemikiran model lain yang nyalahin guru ga transfer semua ilmu..
eits... semua jenis soal ke muridnya.
Dari situ gue perlahan
disadarkan:
APA KITA BELAJAR DI SEKOLAH CUMA UNTUK NGERJAIN SOAL?
We’re
definitely very desperate of being choked. Then here my story begin: GUE HARUS
UBAH MINDSET GUE TENTANG BELAJAR.
_________________________________________________________________________________
Kenapa gue kasih garis? Untuk
mebatasi suatu topik khusus yang mengubah pemikiran gue seluruhnya.
Yaitu tentang nyontek.
Bagi gue yang dulu nyontek
itu ga haram asal ga ketauan. Oke, bukan berarti gue nyontek terus tiap
ulangan. Nope.
Nyontek pas ulangan? Kayaknya
pernah sih gue liat jawaban temen.
Bikin contekan? Too lazy for
that shit.
Tapi, alasan gue untuk
berhenti nyontek bukan karena gue HERO OF JUSTICE atau orang yang punya PRINSIP
KEADILAN alias ROLE MODEL TO INSPIRE YOU.
Yang sebenarnya adalah..
1.Suatu saat ada ulangan bio mendadak di SMP gue, dan waktu itu gue emang
siap siap aja sama materi itu. SECARA YA, MATERINYA UMUM BANGET DAN GAMPANG
DIINGAT.
Dengan penuh keyakinan kepada TUHAN, Gue nulis
di tangan kiri gue: JESUS LOVE BIOLOGY(Dammit, now you know it). Hasilnya? Gue dapet
100 donk atas berkat Tuhan.
Sayangnya... setan is not giving up cuy.
Pas gue
pulang, gue baca grup BB gue. Lagi pada ribut gitu kan dan seorang anak yang
bernama A(seriously i cannot forgive him til now) yang ngomong kira-kira
‘Tadi yang duduk di... enak banget nyonteknya. Nilainya paling tinggi lagi’
‘oh yang duduk di... ya’
gue
curiga mereka ngomongin gue, lantas kan gue tanya ke ‘appered-as-friend-but-a-bitch-taunya’
eh lo pada ngomongin siapa? Gue ya? Gue ga nyontek
kok.
Gatau lo tanya aja mereka.
Terus
gue tanya si A dengan cara yang sama. Jawaban A:
Ya pikirin aja siapa yang duduk di situ.
Dan mereka
semua nyindir sampai di twitter. Gila bayangin sakit hati banget gue kan?
Padahal emang gue ga nyontek di situ. Belakangan gue cerita soal ini ke temen
gue M, dan M jawab:
iya jess ada yang pernah ngomong mending X dibanding
Jessi. Pinter karena nyontek. . Kalau gue sih nyontel ngasih tau dan ga bakal
sebangga itu karena pinter dari nyontek
JLEB
BANGET GA SIH? SEAKAN SEMUA YANG GUE DAPET KARENA GUE PINTER NYONTEK! And that’s
the first stone
2.Everything got better in SHS. Prinsip gue tentang anti nyontek
terbangun di masa ini. Secara singkat kisahnya seperti ini.
Ppl are
ambitious about scores. Mereka sering banget nyontek untuk pelajaran yang
gampang dicontekin( PKN DAN MANDARIN CUY). Biasa, strategi toyo EHEM.
Then
there is this guy. Cowo freak yang dibenci sama anak kelas gue. Udah freak,
cabul, cara nyonteknya aneh-aneh lagi. Dan apa yang dilakukan teman sekelas gue
sebagai manusia:
THEY GOSSIPING ABOUT HIM.
Entah kenapa gue merasa
digusted sama teman-teman gue. Mudah banget buat menghina orang yang ga disukai
tanpa NGACA.
What do you guys call yourself? Oh, hypocrite!Semenjak itu, gue anti ama nyontek dan kerja sama. Gue berusaha sebaik mungkin ga terbutakan ama ambisi dapet nilai(YAELAH APA SIH NILAI?). you really don’t want to disdain yourself on that point huh?
Sekarang apa yang lo pikirin tentang sekolah?
Gue pernah baca di blog zenius atau entah di mana,
memang bisa jadi apa yang diajarin di sekolah ga bakal kepake pas lo udah
kerja.(by the way what a lame excuse it is)
Tapi cara berpikir lo lah sebagai seorang
berpendidikan dalam menghadapi masalah yang akan jadi berguna di kehidupan
dewasa yang keras. Kalo lo sekarang mikirnya jalan pintas-jalan pintas doank,
apa bedanya otak lo ama koruptor yang lo hujat? It is a simple logic.
Let’s turn the sail
Jadiin proses belajar di sekolah sebagai bagian dari pelatihan hidup
Anti stress(for happy life), Anti remed(for choice with no regret:p) dan anti nyontek(for the sake of your fucking pride)
Subscribe to:
Posts (Atom)